Guru
Besar Ilmu Politik dari Northwestern University USA, Jeffrey Winters,
menilai saat ini kedudukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah
melemah, menjelang tiga tahun akhir dari masa jabatannya.
Menurut dia, hal tersebut sebagai sebuah kewajaran karena setelah dua kali masa jabatan seorang presiden sering kali lemah akibat memikirkan kekuasaannya yang tinggal hitungan waktu. Melemahnya Presiden SBY ini, ujar Jeffrey, juga disebabkan karena meletusnya Partai Demokrat dari internal partainya sendiri.
"Dengan Partai Demokrat meletus dari dalam, justru ini membuat SBY lemah lebih cepat. Jadi dipercepat proses untuk melemahkan SBY. Dibanding sebelum kasus ini (kasus Nazaruddin, red) SBY jauh lebih stabil dan lebih kuat. Sekarang, posisinya lebih lemah," ujarnya,
Menurut dia, hal tersebut sebagai sebuah kewajaran karena setelah dua kali masa jabatan seorang presiden sering kali lemah akibat memikirkan kekuasaannya yang tinggal hitungan waktu. Melemahnya Presiden SBY ini, ujar Jeffrey, juga disebabkan karena meletusnya Partai Demokrat dari internal partainya sendiri.
"Dengan Partai Demokrat meletus dari dalam, justru ini membuat SBY lemah lebih cepat. Jadi dipercepat proses untuk melemahkan SBY. Dibanding sebelum kasus ini (kasus Nazaruddin, red) SBY jauh lebih stabil dan lebih kuat. Sekarang, posisinya lebih lemah," ujarnya,
Ia
menyebut, jika SBY ingin memperkuat dan menjaga kepercayaan rakyat
padanya sebelum selesai masa jabatan, ia harus bertindak cepat
menyelesaikan indikasi dugaan korupsi dari oknum Partai Demokrat ke
ranah hukum.
Ketegasan,
lagi-lagi menjadi kunci agar SBY bisa memimpin negara ini. "Selama ini
banyak orang menyatakan SBY tidak tegas dalam memerintah. Jika SBY ingin
kembali dengan full power, dia perlu secepatnya membereskan situasi di
Partai Demokrat. Di mana ada begitu banyak kasus korupsi yang muncul,
dan harus diselesaikan. Kalau tidak bertindak cepat dan keras, malah
posisi dia sebagai Presiden untuk sisa jabatannya luntur begitu saja,"
paparnya.
Jika
SBY, tidak segera bertindak, lanjut Jeffrey, bukan tidak mungkin
mengundang kemarahan rakyat. "Indeks muak masyarakat saat ini saya rasa
sudah tinggi sekali. Mereka muak dengan keadaan yang terjadi
pemerintahan saat ini. Presiden harus segera bertindak," katanya.
Seperti
yang diketahui, sejak Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai
presiden, diguncang masalah sejak bergulir kasus dugaan suap pembangunan
wisma atlet yang dilakukan PT DGI kepada Muhammad Nazaruddin, mantan
bendahara umum partai itu.
Nazaruddin,
yang telah kepalang basah, tak mau menanggung sendiri aib tersebut.
Melalui pelariannya ke Singapura, sejak 23 Mei 2011, ia menyuarakan
pernyataan-pernyataan seputar keterlibatan dan borok kader Demokrat
lainnya dalam kasus itu.
Nama
Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi
Mallarangeng, dan Mirwan Amir disebut-sebut main dalam mafia anggaran
wisma atlet.
Nazaruddin,
kini telah ditangkap di Kolombia. Namun, nama Partai Demokrat telanjur
tercoreng. Apalagi SBY di partai tersebut menjadi Ketua Dewan Pembina,
sehingga partai tersebut dituntut untuk menguak kasus korupsi yang
diduga dilakukan para petingginya.
seperti
juga apa yang disampaikan oleh Qodari bahwa hal ini menjadi bumerang
karena pada pemilu dan Pilpres 2009, Demokrat dan SBY mengusung
pemberantasan korupsi sebagai agenda utama kampanyenya. "Itu barang
dagangan mereka," ujarnya. Bahkan, Qodari mengatakan, keberhasilan SBY
memberantas korupsi pada periode lalu lah yang mengatrol popularitasnya
menjelang pemilu, disamping faktor ekonomi. "Orang ngomongin presiden
besannya saja dipenjara. Itu menunjukkan bahwa SBY memberikan harapan
pemberantasan korupsi kepada masyarakat," tuturnya.
Lain dulu lain sekarang. Masyarakat, lanjut Qodari, mulai meragukan komitmen SBY dalam melakukan pemberantasan korupsi dalam setengah tahun terakhir. "Lihat saja, selama satu setengah tahun terakhir yang selalu menjadi sorotan kan kasus korupsi," ujarnya. "Mulai dari kasus Bibit-Chandra, kasus Gayus, Susno Duadji, Rekening Gendut, sampai terakhir kasus wisma atlet ini," lanjutnya. Karena itu, ia pun tak heran jika masyarakat tak lagi puas dengan kinerja pemerintahan SBY.
Dalam survei Indo Barometer terbaru, ia menuturkan. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan SBY menurun. Hanya 48,9 persen masyarakat yang menyatakan puas dengan kinerja pasangan SBY-Boediono. Angka ini turun drastis dari awal periode kedua pemerintahan SBY yang mencapai angka 90,4 persen. "Tren penurunan terus berlanjut, tidak ada rebound yang terjadi," ujarnya.
Masyarakat sendiri menyoroti kinerja bidang hukum dan ekonomi pemerintahan SBY. Dalam bidang hukum, hanya 46,7 persen masyarakat menyatakan puas kepada kinerja pemerintah. Sedangkan 47,8 persen menyatakan tak puas dan 5,5 persen lainnya menyatakan tak tahu atau tak menjawab. Selain itu, sebanyak 55,8 persen masyarakat menyatakan tak puas terhadap kinerja SBY dalam menangani masalah ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, harga sembako.
Meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan, Qodari menyatakan bahwa bidang hukum, khususnya pemberantasan korupsi, menjadi faktor yang esensial untuk diselesaikan oleh SBY. "Karena untuk membenahi bidang hukum relatif lebih mudah dan relatif lebih cepat ketimbang membenahi masalah ekonomi," ujarnya. Karena itu, ia mewanti-wanti SBY untuk segera melakukan tindakan untuk memperbaiki sektor ini. "Setidaknya untuk melakukan rebound kepercayaan masyarakat," tuturnya.
Lain dulu lain sekarang. Masyarakat, lanjut Qodari, mulai meragukan komitmen SBY dalam melakukan pemberantasan korupsi dalam setengah tahun terakhir. "Lihat saja, selama satu setengah tahun terakhir yang selalu menjadi sorotan kan kasus korupsi," ujarnya. "Mulai dari kasus Bibit-Chandra, kasus Gayus, Susno Duadji, Rekening Gendut, sampai terakhir kasus wisma atlet ini," lanjutnya. Karena itu, ia pun tak heran jika masyarakat tak lagi puas dengan kinerja pemerintahan SBY.
Dalam survei Indo Barometer terbaru, ia menuturkan. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan SBY menurun. Hanya 48,9 persen masyarakat yang menyatakan puas dengan kinerja pasangan SBY-Boediono. Angka ini turun drastis dari awal periode kedua pemerintahan SBY yang mencapai angka 90,4 persen. "Tren penurunan terus berlanjut, tidak ada rebound yang terjadi," ujarnya.
Masyarakat sendiri menyoroti kinerja bidang hukum dan ekonomi pemerintahan SBY. Dalam bidang hukum, hanya 46,7 persen masyarakat menyatakan puas kepada kinerja pemerintah. Sedangkan 47,8 persen menyatakan tak puas dan 5,5 persen lainnya menyatakan tak tahu atau tak menjawab. Selain itu, sebanyak 55,8 persen masyarakat menyatakan tak puas terhadap kinerja SBY dalam menangani masalah ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, harga sembako.
Meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan, Qodari menyatakan bahwa bidang hukum, khususnya pemberantasan korupsi, menjadi faktor yang esensial untuk diselesaikan oleh SBY. "Karena untuk membenahi bidang hukum relatif lebih mudah dan relatif lebih cepat ketimbang membenahi masalah ekonomi," ujarnya. Karena itu, ia mewanti-wanti SBY untuk segera melakukan tindakan untuk memperbaiki sektor ini. "Setidaknya untuk melakukan rebound kepercayaan masyarakat," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar