Rabu, 23 Januari 2013

Krisis Kepercayaan terhadap SBY

Guru Besar Ilmu Politik dari Northwestern University USA, Jeffrey Winters, menilai saat ini kedudukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah melemah, menjelang tiga tahun akhir dari masa jabatannya.


Menurut dia, hal tersebut sebagai sebuah kewajaran karena setelah dua kali masa jabatan seorang presiden sering kali lemah akibat memikirkan kekuasaannya yang tinggal hitungan waktu. Melemahnya Presiden SBY ini, ujar Jeffrey, juga disebabkan karena meletusnya Partai Demokrat dari internal partainya sendiri.


"Dengan Partai Demokrat meletus dari dalam, justru ini membuat SBY lemah lebih cepat. Jadi dipercepat proses untuk melemahkan SBY. Dibanding sebelum kasus ini (kasus Nazaruddin, red) SBY jauh lebih stabil dan lebih kuat. Sekarang, posisinya lebih lemah," ujarnya,


Ia menyebut, jika SBY ingin memperkuat dan menjaga kepercayaan rakyat padanya sebelum selesai masa jabatan, ia harus bertindak cepat menyelesaikan indikasi dugaan korupsi dari oknum Partai Demokrat ke ranah hukum.

Ketegasan, lagi-lagi menjadi kunci agar SBY bisa memimpin negara ini. "Selama ini banyak orang menyatakan SBY tidak tegas dalam memerintah. Jika SBY ingin kembali dengan full power, dia perlu secepatnya membereskan situasi di Partai Demokrat. Di mana ada begitu banyak kasus korupsi yang muncul, dan harus diselesaikan. Kalau tidak bertindak cepat dan keras, malah posisi dia sebagai Presiden untuk sisa jabatannya luntur begitu saja," paparnya.

Jika SBY, tidak segera bertindak, lanjut Jeffrey, bukan tidak mungkin mengundang kemarahan rakyat. "Indeks muak masyarakat saat ini saya rasa sudah tinggi sekali. Mereka muak dengan keadaan yang terjadi pemerintahan saat ini. Presiden harus segera bertindak," katanya.

Seperti yang diketahui, sejak Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai presiden, diguncang masalah sejak bergulir kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet yang dilakukan PT DGI kepada Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara umum partai itu.

Nazaruddin, yang telah kepalang basah, tak mau menanggung sendiri aib tersebut. Melalui pelariannya ke Singapura, sejak 23 Mei 2011, ia menyuarakan pernyataan-pernyataan seputar keterlibatan dan borok kader Demokrat lainnya dalam kasus itu.

Nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Mirwan Amir disebut-sebut main dalam mafia anggaran wisma atlet.

Nazaruddin, kini telah ditangkap di Kolombia. Namun, nama Partai Demokrat telanjur tercoreng. Apalagi SBY di partai tersebut menjadi Ketua Dewan Pembina, sehingga partai tersebut dituntut untuk menguak kasus korupsi yang diduga dilakukan para petingginya.
 
seperti juga apa yang disampaikan oleh Qodari bahwa hal ini menjadi bumerang karena pada pemilu dan Pilpres 2009, Demokrat dan SBY mengusung pemberantasan korupsi sebagai agenda utama kampanyenya. "Itu barang dagangan mereka," ujarnya. Bahkan, Qodari mengatakan, keberhasilan SBY memberantas korupsi pada periode lalu lah yang mengatrol popularitasnya menjelang pemilu, disamping faktor ekonomi. "Orang ngomongin presiden besannya saja dipenjara. Itu menunjukkan bahwa SBY memberikan harapan pemberantasan korupsi kepada masyarakat," tuturnya.

Lain dulu lain sekarang. Masyarakat, lanjut Qodari, mulai meragukan komitmen SBY dalam melakukan pemberantasan korupsi dalam setengah tahun terakhir. "Lihat saja, selama satu setengah tahun terakhir yang selalu menjadi sorotan kan kasus korupsi," ujarnya. "Mulai dari kasus Bibit-Chandra, kasus Gayus, Susno Duadji, Rekening Gendut, sampai terakhir kasus wisma atlet ini," lanjutnya. Karena itu, ia pun tak heran jika masyarakat tak lagi puas dengan kinerja pemerintahan SBY.

Dalam survei Indo Barometer terbaru, ia menuturkan. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan SBY menurun. Hanya 48,9 persen masyarakat yang menyatakan puas dengan kinerja pasangan SBY-Boediono. Angka ini turun drastis dari awal periode kedua pemerintahan SBY yang mencapai angka 90,4 persen. "Tren penurunan terus berlanjut, tidak ada rebound yang terjadi," ujarnya.

Masyarakat sendiri menyoroti kinerja bidang hukum dan ekonomi pemerintahan SBY. Dalam bidang hukum, hanya 46,7 persen masyarakat menyatakan puas kepada kinerja pemerintah. Sedangkan 47,8 persen menyatakan tak puas dan 5,5 persen lainnya menyatakan tak tahu atau tak menjawab. Selain itu, sebanyak 55,8 persen masyarakat menyatakan tak puas terhadap kinerja SBY dalam menangani masalah ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, harga sembako.

Meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan, Qodari menyatakan bahwa bidang hukum, khususnya pemberantasan korupsi, menjadi faktor yang esensial untuk diselesaikan oleh SBY. "Karena untuk membenahi bidang hukum relatif lebih mudah dan relatif lebih cepat ketimbang membenahi masalah ekonomi," ujarnya. Karena itu, ia mewanti-wanti SBY untuk segera melakukan tindakan untuk memperbaiki sektor ini. "Setidaknya untuk melakukan rebound kepercayaan masyarakat," tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar