Rabu, 23 Januari 2013

SUSAHNYA MENCARI PEMIMPIN ?

Oleh : Habib Yakob Al Banjari

Mencari pemimpin ? sangatlah susah. Suara ini terdengar diantara diskusi yang dilaksana dalam sebuah pertemuan para intelektual muda di kawasan depok Jawa Barat. Pertanyaan susah bagi sebagaian orang awam adalah kata yang sering dilontarkan dalam benaknya. Hal ini memperlihatkan bahwa mencari pemimpin bukanlah sesuatu yang sembarang untuk dilakukan. Akan tetapi, mencari pemimpin harus memerlukan energi dan perhitungan yang matang biar tidak terjadi salah langkah dalam mencari sosok seorang pemimpin.

Tak heran, berbagai macam asumsi diajukan mengenai tawaran ide dan tipe kepemimpinan serta tokoh seperti apa yang pantas dan layak memimpin daerah-daerah dan negara ini. Term kepemimpinan sendiri lahir sebagai suatu konsekuensi logis dari perilaku dan budaya manusia yang terlahir sebagai individu yang memiliki ketergantungan sosial-politik (zoon politicon) yang sangat tinggi dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya tersebut manusia kemudian menyusun organisasi dari yang terkecil sampai yang terbesar sebagai media pemenuhan kebutuhan serta menjaga berbagai kepentingannya. Bermula dari hanya sebuah keluarga, kelompok, berkembang hingga menjadi suatu bangsa. Dalam konteks inilah, pemimpin atau kepemimpinan hadir. Artinya kepemimpinan merupakan fenomena sosial yang melekat di masyarakat.
Teori yang paling tua tentang pemimpin dan kepemimpinan adalah The Trait Theory atau yang biasa disebut Teori Pembawaan. Teori ini berkembang dengan memusatkan pada karakteristik pribadi seorang pemimpin, meliputi bakat-bakat pembawaan, ciri-ciri pemimpin, faktor fisik, kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan berkomunikasi. Tetapi pada akhirnya teori ini ditinggalkan, karena tidak banyak ciri konklusif yang dapat membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Dengan surutnya minat pada Teori Pembawaan, muncul lagi Teori Perilaku, yang lebih dikenal dengan Behaviorist Theories. Teori ini lebih terfokus kepada tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang pemimpin.

Kemudian muncul pendekatan Situational Theory yang dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard. Mereka mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Teori yang berikutnya adalah teori Jalan Tujuan, Path-Goal Theory. Menurut teori ini nilai strategis dan efektivitas seorang pemimpin didasarkan pada kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota. Dan…masih banyak lagi tentunya teori yang mengupas dan mengkaji masalah tentang pemimpin dan kepemimpinan. Tujuannya pastinya adalah agar memudahkan para manusia yang sebenarnya sudah mempunyai potensi sebagai pemimpin untuk lebih berupaya menjadi pemimpin dengan lebih baik.
Karena berbicara tentang suatu keberhasilan organisasi termasuk negara, banyak ahli yang menyatakan bahwasanya faktor utamanya adalah pada manusianya. Meskipun kita memilik SDA yang melimpah, teknologi yang bagus, dana yang cukup, tapi tetap saja yang harus menggerakkan itu semua menuju keberhasilan dan perubahan yang lebih baik adalah manusianya, yakni para pemimpin dan anggota organisasi (konteks negara adalah warga negaranya) itu. Jelas dibutuhkan pemimpin yang mampu memimpin perubahan itu.
Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Adapun istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang. Oleh sebab itu kepemimpinan boleh jadi dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Apabila kita kaitkan dengan mencari seorang pemimpin yang ada disebuah instansi pemerintah. Dalam pandangan organisasi tidaklah susah, sangat mudah sekali mencari bagaimana pemimpin selanjutnya. Dalam arti bahwa estafet kepemimpinan sudah sangat diatur dalam undang-undang. Namun yang sangat susah adalah menemukan seorang pemimpin yang bisa menggerakkan organisasi yang bisa berkembang dan dapat merubah organisasi menjadi lebih hidup dan dinamis.
Dalam kontek itu, maka Stephen R. Covey menegaskan tentang prinsip-prinsip suatu kepemimpinan strategis dalam bukunya Principle Centered Leadership, bahwa seorang pemimpin akan belajar terus menerus, mereka membaca, berlatih, dan mendengarkan masukan. Seorang pemimpin akan berorientasi pada pelayanan, mereka melihat hidup sebagai suatu misi dan tidak hanya sebagai suatu karir. Pemimpin memancarkan energi positif, mereka optimistis, positif, dan modern. Mereka mempercayai orang lain, mereka tidak bereaksi berlebihan pada perilaku negatif, kritik dan kelemahan. Kemudian mereka hidup seimbang, mereka memperhatian keseimbangan jasmani dan rohani, antara yang tradisionil dan yang modern. Seorang pemimpin akan melihat hidup sebagai petualangan, mereka menghargai hidup di luar kenyamanan. Pemimpin adalah orang yang sinergistik, mereka memilih untuk memfokuskan diri pada kepentingan orang lain dan mampu membina energi-energi yang dimiliki organisasi. Dan…seorang pemimpin melaksanakan pembaharuan diri, mereka memiliki karakter yang kuat dan sehat, serta berdisiplin tinggi.
Sedangkan dalam ajaran Islam, pemegang fungsi kepemimpinan disebut Imam dan istilah kepemimpinan disebut Imamah. Sedangkan penyebutan istilah pemimpinan negara, dalam sejarah kebudayaan Islam menggunakan istilah yang beraneka ragam, seperti: khalifah, amir, sultan, dan wali.
Mengenai perlunya ada pemimpin ditegaskan Rasulullah SAW: “Apabila berangkat tiga orang dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antaranya menjadi pemimpin” (HR. Abu Dawud). Beberapa ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan eksistensi pemimpin di antaranya adalah: Q.S. Al-Baqarah: 124, Al-Anbiya: 72-73, dan sebagainya.
Dalam ajaran Islam, seorang pemimpin dituntut mampu menampilkan kepribadian yang ber-Akhlaqul Karimah (memiliki moralitas yang baik), Qona’ah (sederhana), dan Istiqomah (konsisten/tidak ambivalen). Sedangkan berdasarkan suri tauladan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah: siddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan. Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional. Amanah artinya dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel. Tabligh artinya senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.Memang ironis, sangat banyak bacaan, sangat banyak referensi, banyak pula perbandingan yang boleh dipetik dari kesalahan-kesalahan, tetapi kita terpuruk dalam wilayah krisis kepemimpinan. Bahkan dalam setiap ajang pemilihan yang paling demokratis pun untuk memilih pemimpin baik di ranah nasional maupun lokal, kita gagal menghadirkan sosok pemimpin yang terbaik.
Selain itu, saat ini terbukti, kita semakin susah mencari seorang pemimpin yang memiliki kemampuan mendamaikan, yang bisa diterima dan dipercaya menjadi ‘penengah’ yang tidak berpikir untuk kepentingan sesuatu kelompok atau pribadinya. Sebab pemimpin yang seperti itu harus memiliki kapabilitas, kredibilitas dan integritasnya yang tinggi, sehingga bisa diterima oleh berbagai pihak.
Jika kita melakukan kilas balik ke belakang, sesungguhnya dahulu kala, ketika pada era kepemimpinan tokoh-tokoh non formal dalam masyarakat, kita pernah melihat masa kepemimpinan dimana ketika setiap ucapan mereka menjadi fatwa, ketika mereka amat disegani. Tapi kini entah siapa yang salah, nilai-nilai itu nampaknya telah bergeser. Bukan sekedar salah rakyat yang tidak lagi menghormati para pemimpinnya, karena para pemimpin yang tidak lagi menunjukkan teladan, serta tak lagi amanah.

Dari berbagai konsep kepemimpinan, ada tiga aspek penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pertama adalah kapabilitas (capability)-kemampuan; kedua, kredibilitas (credibility)-dapat dipercaya dan ketiga, integritas (integrity)-kejujuran. Bila ketiga faktor ini telah dimiliki oleh seorang pemimpin, maka orang ini sudah termasuk pemimpin yang berkepribadian mulia. Dia akan mampu membawa masyarakatnya kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.

Disinilah dimana mencari seorang pemimpin bukanlah mencari untuk perubahan akan tetapi mencari seorang pemimpin adalah untuk kedamaian dan kelangsungan organisasi yang selalu berkembang, aman dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Kekuasaan dan kepemimpinan sesungguhnya merupakan amanah dari rakyat. Bila sang pemimpin memperoleh kekuasaan maka kekuasaan itu haruslah dipergunakan sebaik-baiknya untuk peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat. Maka “Raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar