Rabu, 23 Januari 2013

Renungan Masa Depan Indonesia


Masa Depan Indonesia

Sebentar lagi pemilu di depan mata kita. Bangsa Indonesia akan memilih pemimpinnya untuk 5 tahun kedepan. Marilah kita merenung sebentar tentang bangsa kita dan saat inilah waktu yang tepat untuk melakukan kontemplasi, tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan negara kita. Pertanyaannya sekarang, apakah nanti kita akan memilih pemimpin yang bisa memajukan bangsa atau kita memilih pemimpin yang menghancurkan Negara. Mari kita renungkan tulisan pendek di bawah ini.

Sebelum kemerdekaan, 90 persen rakyat Indonesia buta huruf latin. Tidaklah mudah bagi para Perintis Kemerdekaan dan Angkatan 45 untuk mengajak rakyat dengan tingkat pendidikan yang begitu rendah agar sadar akan haknya untuk merdeka. Kondisi itu mengharuskan Bung Karno dan para pemimpin politik di masa itu, dalam mensosialisasikan gagasan kemerdekaan, menggunakan ungkapan yang mudah dipahami rakyat.
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kemerdekaan dijanjikan akan menjadikan negeri ini gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto rahardjo, subur kangsarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, (semua serba makmur, sejahtera, aman, tertib, dan teratur). Di daerah lain dikembangkan gambaran serupa. Keberhasilan meyakinkan rakyat telah membentuk tekad rakyat untuk "Merdeka atau Mati", menjadikannya kekuatan besar yang mampu mengusir penjajah yang memiliki persenjataan yang hebat.
Maju lebih cepat
Indonesia mengawali kemerdekaan negara-negara baru setelah berakhirnya Perang Dunia II. Lebih dari 30 negara baru di Asia dan Afrika berjuang merebut kemerdekaannya terinspirasi oleh keberhasilan Indonesia. Sejak merdeka, kita telah mencapai banyak kemajuan; tetapi banyak negara lain maju lebih cepat sehingga relatif kita tertinggal. Untuk menyebut beberapa di antaranya; di bidang pendidikan, Malaysia yang dulu meminta guru-guru Indonesia mengajar di sana, sekarang memiliki sistem, sarana, dan mutu pendidikan yang lebih baik dari kita.
Dalam bidang sepak bola, Jepang dan Australia, 15 tahun yang lalu sulit mengalahkan PSSI, sekarang telah ikut final 32 negara terbaik di Jerman, sementara kita kesulitan untuk menjadi juara di tingkat ASEAN. Prof Jeffrey Sach, ekonom AS, memberikan perbandingan yang menarik. Di tahun 1984, ekspor Indonesia 4 miliar dollar AS dan ekspor China 3 miliar dollar AS. 20 tahun kemudian, di tahun 2005, ekspor Indonesia meningkat menjadi 70 miliar dollar AS dan ekspor China mencapai 700 miliar dollar AS. Di bidang pembangunan jalan tol, Indonesia memulai 10 tahun lebih dulu dari Malaysia dan 12 tahun lebih dulu dari China. Sekarang total panjang jalan tol di Malaysia 6.000 km, di China 90.000 km, dan di Indonesia baru 630 km.
Impian tentang negara yang sejahtera dan tertib juga belum menjadi kenyataan, dan sebagian masyarakat tampak gamang akan masa depan Indonesia. Di luar negeri juga banyak analisis tentang masa depan Indonesia dengan bermacam pendekatan, di antaranya ramalan bahwa negara kita akan mengalami disintegrasi seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Kajian Jared Diamond dalam buku Collapse di tahun 2005 meramalkan kehancuran Indonesia.
National Intelligence Council’s (NIC’s), organ Pemerintah Amerika Serikat (AS), pada tahun 2005 mengekspos kajian Rising Powers: The Changing Geopolitical Landscape 2020. Menurut telaahan tersebut, di tahun 2020 Indonesia bersama China, India, Afrika Selatan, dan Brasil adalah negara-negara yang pengaruhnya semakin meningkat. Argumennya, ekonomi Indonesia akan tumbuh 6-7 persen per tahun selama satu setengah dekade mendatang, dengan populasi sekitar 250 juta jiwa. Dari sisi populasi, Indonesia perlu memanfaatkan "bonus demografi" setelah tahun 2015 selama satu generasi. Pada masa itu, age dependency ratio, yaitu proporsi penduduk muda dan tua terhadap penduduk usia kerja menurun, yang kondusif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pada waktu ini, semua bangsa bekerja keras, meningkatkan kesejahteraan warganya dengan kecerdikan dan pandangan yang jauh ke depan, karena tinggi rendahnya martabat suatu bangsa semakin diukur dari tingkat kesejahteraannya. Bank Dunia baru-baru ini mengumumkan bahwa pada tahun 2005, PDB China 2,2638 triliun dollar AS menjadikannya negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia, menggeser Inggris. Di urutan pertama AS, diikuti Jepang dan Jerman.
Goldman Sach, sebuah lembaga konsultan bisnis memperkirakan PDB China akan melampaui Jerman di tahun 2010, melampaui Jepang di tahun 2015, dan melampaui AS pada tahun 2040. Juga dilaporkan, PDB India akan mengalahkan Italia di tahun 2015, mengalahkan Perancis di tahun 2020, dan mengalahkan Jerman di tahun 2025. Di tahun 2040, China dan India akan tampil sebagai kekuatan terbesar ekonomi dunia. Pusat ekonomi dunia tidak lagi di Eropa atau Amerika, tetapi di Asia. Ekonomi Asia tumbuh bertahap sejak melejitnya Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Indonesia sepatutnya memberi andil yang signifikan dalam tampilnya Asia sebagai pusat perekonomian dunia, mengingat modal amat besar yang kita miliki.
Keunggulan komparatif
Banyak hal harus dilakukan untuk mencapai Indonesia yang maju, sejahtera, dan bersatu. Untuk tipologi negara kita, perlu dimanfaatkan pasar domestik yang amat besar, dipadukan dengan keunggulan komparatif yang kita miliki di sektor pertambangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertanian, peternakan, dan pariwisata.
Optimisme mengenai masa depan Indonesia dan semangat kemandirian juga perlu ditumbuhkan, untuk menjadi pendorong membangun negara yang sejahtera.
Modal utama yang harus hadir adalah negara yang mantap terintegrasi; dengan dinamika internal yang semakin menyatukan masyarakat, dan bila terjadi friksi sosial, penyelesaiannya menempuh jalan yang damai dan santun.
Jangan mengembangkan benih-benih konflik yang tak bermanfaat bagi masa depan kita.
Sukses suatu bangsa adalah buah kerja keras yang cerdas terarah. Amerika Serikat yang di masa lalu mampu memprediksi kebutuhan dunia akan teknologi informasi (TI), melakukan persiapan yang matang di lembaga-lembaga pendidikan dan ekonominya; sekarang menikmati posisi sebagai pemasok utama kebutuhan TI dunia. India sukses dengan pembangunan yang bertema Pro-People, dengan tingkat pemerataan yang tinggi dan kemandirian yang besar. Rakyat India memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dari makanan, pakaian, mobil, traktor, pesawat tempur, dan lain-lain, buatan India sendiri, walau kurang bagus. Kondisi itu menumbuhkan kegiatan ekonomi yang besar. China tahun 2006 sangat berbeda dengan China tahun 1960-an, walau tetap menyatakan dirinya negara komunis, mengambil langkah-langkah yang paradoksal dengan konsep komunis, tanpa menimbulkan gejolak yang mengindikasikan kematangan masyarakatnya.
Banyak pula negara yang harus menggali sumber daya ekonominya dengan mengorbankan hal-hal yang mendasar, seperti Malaysia yang negara Islam, membuka perjudian yang semarak di Genting Highland, untuk membiayai pembangunan negaranya.
Nyatalah bahwa setiap negara begitu cermat memanfaatkan peluang ekonomi yang ada. Di Indonesia, beberapa peluang bisnis yang ada dirusak oleh sekelompok orang seperti dalam sektor pariwisata dengan beberapa kali pengeboman. Beberapa usaha yang ditangani negara salah urus dan malah membebani keuangan negara. Kita semua memang perlu menjadi semakin dewasa untuk sesuai kapasitas, kewenangan dan kompetensinya membuat Indonesia menjadi lebih maju, lebih sejahtera, dan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar